Robert Wolter Mongisidi diapit dua kawan seperjuangannya. (Koleksi keluarga M.A. Kamah),
KABARMILITER.ID – Sosok Robert Wolter Mongisidi Pahlawan Nasional Asal Sulawesi Utara yang Wafat di Usia Muda
Momen peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia.
17 Agustus merupakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tahun 2021 ini, Hari Kemerdekaan Republik Indonesia diperingati tepat pada hari Selasa 17 Agustus 2021 (besok).
Kemerdekaan Indonesia tak luput dari para perjuangan pahlawan nasional Indonesia.
Tanpa mereka, kita belum bisa menikmati kemerdekaan.
Termasuk kita yang ada di Sulawesi Utara.
Merefleksikan kemerdekaan Indonesia, mari kita mengenang para Pahlawan Nasional.
Nah tahukah kalian ternyata ada sosok pahlawan nasional dari Sulawesi Utara yang turut andil dalam kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.
Robert Wolter Mongisidi (internet)
Lantas seperti apa sosok Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi?
Robert Wolter Mongisidi merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Robert Wolter Mongisidi lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari 1925.
Ia menutup usia di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, 5 September 1949 pada umur 24 tahun.
Pada 6 November, 1973 Robert Wolter Mongisidi mendapatkan anugerah gelar Pahlawan Nasional Pemerintah Indonesia.
Tak hanya itu, pada 10 November 1973 ia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana).
Namanya pun dipakai sebagai nama jalan yang ada di Manado, hal itu guna mengingat jasa pahlawannya.
Tak hanya itu, namanya juga dipakai sebagai nama bandara yanga da di Kendari, Sulawesi Tenggara yatiy Bandara Wolter Monginsidi yang kini diubah nama menjadi Bandar Udara Haluoleo.
Sebagai penghargaan kepada Mongisidi, namanya juga digunakan sebagia nama seperti kapal TNI Angkatan Laut, KRI Wolter Mongisidi dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi di Manado.
Biografi
patung Robert Wolter Monginsidi (internet)
Dikutip dari Wikipedia, Robert merupakan anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa.
Panggilan akrab Robert Wolter Monginsidi semasa kecil adalah Bote.
Dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Mongisidi lalu dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di Tomohon.
Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Mongisidi berada di Makassar.
Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda).
Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.
Dengan keberanian dan kepintaran yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk memimpin pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok yang disegani.
Pada17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS dengan Sekjen Wolter Monginsidi sebagai ketuanya, yang selanjutnya melecehkan dan menyerang posisi Belanda.
Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947.
Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949.
Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada 10 November 1950.
Perjuangan Monginsidi tidak berhenti di situ, tak lagi mampu berjuang secara fisik dalam pertempuran, Monginsidi menyuarakan semangat perjuangan melalui tulisan-tulisannya.
Dalam Alkitab yang dipegangnya saat hukuman mati, terdapat tulisan “Setia Hingga Akhir di Dalam Keyakinan”. (*)
source: Tribun Manado
Komentar