oleh

Loyalis Bung Karno, Jenderal Marinir Hartono Tewas dengan Kepala Tertebak

Mayjen Hartono/ tangkapan layar media sosial

JAKARTA – Pasca peristiwa G30S PKI, Pangkostrad Mayjen Soeharto mengadakan sebuah operasi untuk memberantas loyalis-loyalis Presiden Soekarno, yang saat itu disebut sebagai Soekarnois.

Melansir buku Nasib Para Soekarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja 1966 karya Aju, tindakan ini merupakan sesuatu yang dikecam oleh sejumlah pihak.

Soeharto bahkan sampai menculik Gubernur Bali saat itu, anak Agung Bagus Suteja. Soeharto menganggap, loyalis Presiden Soekarno merupakan antek-antek PKI yang harus dibasmi keberadaannya.

Tindakan Soeharto dianggap oleh Komandan Korps Komando Operasi TNI AL Mayjen Hartono, yang saat itu juga merupakan loyalis Soekarno, sebagai tindakan yang sudah melampaui batas. KKO sendiri kini berubah menjadi Korps Marinir TNI AL.

Dirinya berkali-kali meminta izin kepada Soekarno untuk melawan Soeharto. Namun, Presiden Soekarno menolak karena khawatir akan kembali terjadi pertumpahan darah.

Kendati demikian, gagasan Hartono disetujui oleh anak buahnya. Mereka bahkan berkata siap mati untuk Bung Karno.

“Pejah gesang melu (hidup mati ikut) Bung Karno. Putih kata Bung Karno, Putih kata KKO. Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO,” ungkap mereka.

Berjalannya waktu, Soeharto resmi menggantikan Soekarno sebagai presiden tahun 1968. Soeharto paham ketidaksukaan Hartono terhadap dirinya, dan saat itu memberikan tugas kepada Hartono sebagai Duta Besar RI di Korea Utara.

Setelah beberapa tahun, Hartono diminta kembali ke Indonesia. Namun, dirinya berkali-kali mengalami pemeriksaan, sampai-sampai tugasnya sebagai Duta Besar RI di Korea Utara sempat tertunda karenanya.

Hartono khawatir akan keselamatannya, dan merasa hidupnya tidak akan bertahan lama. Selang beberapa saat, Hartono ditemukan tewas di kamarnya akibat mendapat tembakan di kepalanya.

Saat itu, pemerintah menganggap Hartono bunuh diri. Namun, hingga saat ini, belum ada yang tahu pasti kebenaran dari kematian Hartono.

Gubernur DKI Jakarta Letjen KKO (Purn) Ali Sadikin dan mantan Wakasal Laksamana Madya Rachmat Sumengkar menyangsikan keterangan itu. Sebab, data yang ditemukan di rumah Hartono berbeda dengan hasil investigasi resmi yang dikeluarkan RSPAD.

Untuk mengenang jasanya, nama Hartono diabadikan menjadi nama Kesatrian di Brigade Infanteri 2/Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Kesatrian Marinir Hartono yang diresmikan oleh Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono. (*)

source: Okezone

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed