Belajar dari Iran: Ideologi, Kedaulatan, dan Ambisi Nuklir di Tengah Hegemoni Global
Oleh: Kinoy, Owner Warkop Nanik
Di tengah dunia yang semakin dikendalikan oleh kepentingan segelintir negara adidaya dan institusi global seperti IMF, Bank Dunia, dan dominasi dolar AS, hanya sedikit negara yang berani berkata “tidak”. Iran adalah salah satu dari sedikit yang tetap teguh, berdiri di luar barisan, melawan arus globalisasi yang dipimpin oleh Barat.
Sebuah video analisis yang kini ramai diperbincangkan memotret bagaimana Iran, bersama Kuba dan Korea Utara, menjadi simbol perlawanan terhadap hegemoni global. Negara-negara ini menolak tunduk pada tekanan ekonomi, politik, dan militer dari Amerika Serikat. Menariknya, video tersebut juga menyebut Tiongkok dan Rusia sebagai kekuatan besar yang perlahan tapi pasti mulai menantang tatanan dunia yang dibentuk oleh Barat, dengan proyeksi bahwa mereka akan menyamai—bahkan menyalip—AS dalam hal kekuatan ekonomi dan militer pada 2027-2035.
Namun yang membuat Iran berbeda adalah ideologinya. Bangsa ini tidak sekadar membangun kekuatan militer, tapi membangun jati diri dan semangat kolektif yang menyatu dari rakyat hingga pemimpinnya. Segala lini kehidupan diarahkan untuk satu tujuan besar: melawan dominasi Amerika dan Israel. Pendidikan, pangan, pertahanan, hingga narasi kenegaraan disatukan dalam semangat perlawanan yang kuat dan konsisten.
Video tersebut bahkan menarik paralel sejarah antara Iran saat ini dengan Amerika Serikat pada awal kemerdekaannya dari Inggris tahun 1776. Kala itu, AS dikenal sangat anti-Inggris hingga membuat standar baru—seperti arah lalu lintas dan satuan ukuran—hanya untuk menunjukkan kedaulatan mereka. Dalam hal ini, Iran menjadi cermin bagi sejarah revolusioner Amerika sendiri. Mungkin inilah alasan mengapa AS begitu ‘paranoid’ terhadap Iran.
Lebih dari sekadar kekuatan militer, Iran memiliki dua kekuatan penting: ilmu pengetahuan dan spiritualitas. Mereka mengembangkan teknologi nuklir bukan hanya sebagai senjata, tapi sebagai simbol martabat dan kedaulatan. Kepemimpinan spiritual mereka juga menjadi energi penyatu bangsa, yang menanamkan keberanian dan semangat pengorbanan tinggi dalam masyarakat. Di titik ini, slogan “kami tidak takut mati” bukanlah slogan kosong, melainkan kekuatan kultural dan ideologis yang konkret.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Pertanyaan besar yang diajukan pembicara dalam video tersebut—KDM—adalah: Kapan Indonesia membangun kekuatan pertahanannya sendiri, termasuk kemampuan nuklir? Di bawah kepemimpinan siapa?
Ini bukan seruan perang, tapi refleksi serius untuk bangsa yang ingin dihormati dan tidak terus-menerus menjadi pasar dan pion dalam permainan geopolitik global.
Indonesia punya potensi besar, baik dari segi sumber daya alam, demografi, maupun posisi strategis. Tapi tanpa keberanian ideologis dan visi kedaulatan jangka panjang, semua itu hanya akan jadi angka-angka statistik tanpa daya tawar.
Iran mungkin bukan model sempurna. Tapi keberanian dan konsistensi mereka adalah pelajaran penting bagi negara-negara berkembang yang ingin berdiri di atas kaki sendiri. Kedaulatan bukan hanya soal politik atau ekonomi, tapi juga soal identitas, keberanian berpikir mandiri, dan kejelasan tujuan nasional
Kinoy
Owner Warkop Nanik, pemerhati kedaulatan dan strategi geopolitik warung kopi.
Komentar